Situasi Upaya Kesehatan



  1. Pelayanan Kesehatan Dasar
  1. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak
Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak merupakan pelayanan yang meliputi pelayanan antenatal, persalinan, nifas dan perawatan bayi baru lahir yang diberikan di semua  fasilitas pelayanan kesehatan, dari mulai tingkat pelayanan posyandu, rumah sakit pemerintah maupun fasilitas pelayanan kesehatan swasta.
Banyak kebijakan pemerintah yang dituangkan dalam berbagai program kegiatan untuk menunjang pelayanan terhadap Kesehatan Ibu dan Anak yang bertujuan meningkatkan derajat kesehatan Ibu dan Anak maupun yang bertujuan untuk mengatasi permasalahan Kesehatan Ibu dan Anak.
  1. Antenatal Care
Pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan profesional (dokter spesialis kandungan dan kebidanan, dokter umum, bidan maupun perawat) kepada ibu hamil selama masa kehamilanya sesuai pedoman pelayanan antenatal . Hasil pelayanan antenatal dapat dilihat dari cakupan kunjungan ibu pertama kali ibu hamil (K1) dan kunjungan ibu hamil empat kali (K4). Indikator K1 yaitu untuk melihat sejauh mana gambaran akses pelayanan ibu hamil yang melakukan kunjungan pertama ke fasilitas kesehatan untuk pendapatkan pelayanan antenatal. 
Sedangkan indikator cakupan K4 adalah cakupan ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai dengan standar, paling sedikit empat kali dengan distribusi waktu 1 kali pada trimester ke-1, 1 kali pada trimester ke-2  dan 2 kali pada trimester ke-3 disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.  Indikator K1 dan K4 digunakan untuk mengukur kualiatas pelayanan antenatal serta untuk melihat kemampuan program dalam menggerakan masyarakat. Angka ini dapat dimanfaatkan untuk melihat kualitas pelayanan kesehatan ibu hamil.
Berikut kami sajikan data cakupan pelayanan K1 dan K4 di wilayah kerja UPT Puskesmas Sukaraja periode tahun 2015 s/d 2017 pada tabel di bawah ini.
Tabel 20
Cakupan Pelayanan K1 dan K4 KIA UPT Puskesmas Sukaraja
Periode Tahun 2015 s/d 2017
Tahun
K1
Target (%)
K4
Target (%)
Kum
(%)
Kum
(%)
2015
304
92,9
98
401
92,4
96
2016
364
82
100
374
88,9
95
2017
407
98,8
100
406
98,5
100
Sumber : Laporan PWS KIA 

Dilihat dari data tabel 4.10 Dalam kurun waktu tiga (3) tahun,cakupan K1 dengan K4 cenderung fluktuatif. Ada  toleransi cakupan berkisar antara 2% sampai 4% antara cakupan K1 dengan  K4 secara Continuum Of Care (COC). Tetapi yang paling menonjol dalam toleransi cakupan lebih dari 4% yaitu tahun 2017 hal ini disebabkan karena pelayanan ANC belum terpadu, belum semua Posyandu di wilayah kerja UPT Puskesmas Sukaraja melaksanakan kelas ibu hamil, menajeman KIA belum optimal, sintem pencatatan pelaporan masih belum optimal.

  1. Pelayanan Kesehatan Ibu Bersalin
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pelayanan persalinan yang aman yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten. Secara bertahap seluruh persalinan akan ditolong oleh tenaga kesehatan yang berkompeten dan diarahkan ke fasilitas pelayanan kesehatan dengan tujuan untuk mengantisifasi 3T (Terlambat mengetahui tanda bahaya dan rujukan, Terlambat mengambil keputusan dan ke fasilitas kesehatan, Terlambat mendapatkan pertolongan di fasilitas kesehatan), sehingga pelayanan ibu melahirkan dan bayi baru lahir dapat segera ditangani dengan cepat, tepat dan aman.
Analisis dari persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan dapat menurunkan risiko kematian ibu saat bersalin karena dipantau terus oleh Tenaga Kesehatan, ditunjang dengan sarana yang memadai, sehingga kasus kematian ibu dapat menurun.

Grafik 21
Cakupan Pelayanan Kesehatan Ibu bersalin
KIA UPT Puskesmas Sukaraja Tahun 2015 – 2017

Sumber : Laporan PWS KIA

Dalam kurun waktu tiga (3) tahun, cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan cenderung fluktuatif berkisar 73,5% sampai dengan 83,8%.  Terdapat kenaikan 1,3 % bila dibandingkan dengan tahun 2016, faktor yang mempengaruhi peningkatan cakupan tersebut yaitu karena puskesmas sudah berfungsi untuk melayani persalinan dalam waktu 24 jam, kelas ibu hamil sudah dilaksanakan di semua desa namun belum merata ke semua posyandu, pelaksanaan AMP Sosial Tingkat Kecamatan, posyandu siaga maternal perinatal telah di bentuk, supervisi fasilitatif dan optimalisasi P4K. Apabila dilihat dari angka yang ditetapkan sebesar 100% untuk tahun 2017 masih terdapat kesenjangan sebesar 6,2%. Penyebab tersebut karena kemitraaan antara bidan dengan paraji masih belum semua berjalan.
  1. Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas
Pelayanan kesehatan ibu nifas merupakan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada  ibu mulai 6 jam sampai 42 hari pasca bersalin sesuai standar oleh tenaga kesehatan.Tujuan dari pelayanan kesehatan ibu nifas yaitu untuk mendeteksi dini apabila terjadi komplikasi pada ibu nifas.Pelayanan ibu nifas dilakukan dengan cara pemantauan pemeriksaan terhadap ibu nifas dengan melakukan kunjungan nifas minimal sebanyak 3 kali dengan ketentuan waktu :
  • Kunjungan nifas pertama pada masa 6 jam- 3 hari.
  • Kunjungan nifas kedua pada masa 4-28 hari.
  • Kunjungan nifas ketiga (lengkap) masa 29-42 hari.
Pelayanan yang diberikan adalah :
  1. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu.
  2. Pemeriksaan tinggi fundus uteri (involusi uteri).
  3. Pemeriksaan lochia dan pengeluaran per vaginam lainnya.
  4. Pemeriksaan payudara dan anjuran ASI eksklusif 6 bulan.
  5. Pemberian kapsul Vitamin A 200.000 IU sebanyak dua kali pertama segera setelah melahirkan, kedua diberikan setelah 24 jam pemberian kapsul Vitamin A pertama.
  6. Pelayanan KB pasca bersalin.
Analisis pelayanan KF3 merupakan pemantauan yang diberikan kepada ibu nifas melalui kunjungan KF1, KF2 dan KF3 agar ibu nifas dinyatakan aman dan  sehat.
Grafik 22
Cakupan  Pelayanan Nifas
Di UPT Puskesmas SukarajaTahun 2015 - 2017

Sumber : Laporan PWS KIA
Menurut grafik diatas dalam kurun waktu tiga (3) tahun, cakupan KF3 tahun 2017menurun 9 % dibandingkan dengan tahun 2016. Faktor yang mempengaruhi penurunan cakupan tersebut karena : kebiasaan sasaran berpindah tempat keluar wilayah sebelum selesai masa nifas, jumlah sasaran bulin sedikit di satu desa dalam kurun waktu tahun 2016 - 2017.
  1. Pelayanan Kesehatan Neonatal
Pelayanan kesehatan neonatus adalah pelayanan kesehatan sesuai standar yang diberikan tenaga kesehatan yang kompeten kepada neonatus sedikitnya 3 kali dari 0-28 hari setelah lahir. Dengan tujuan agar mengetahui sedini mungkin bila terjadi masalah kesehatan, karena resiko terbesar kematian neonatus terjadi pada 24 jam pertama kehidupan, satu minggu pertama dan bulan pertama, jika bayi lahir dianjurkan agar tetap tinggal 24 jam pertama di fasilitas kesehatan, agar dirawat secara komprehensif dengan menggunakan Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM).
Grafik 23
Cakupan  KN3
Di UPT Puskesmas Sukaraja Tahun 2015 - 2017

Sumber : Laporan PWS KIA
Dilihat dari grafik diatas dalam kurun waktu tiga (3) tahun, cakupan KN3 tahun 2017 meningkat 17,6 % dibanding tahun 2016. Faktor yang mempengaruhi meningkatnya cakupan KN3 yaitu koordinasi lintas program dan lintas sektor sudah berjalan walau belum sesuai dengan harapan.

  1. Pelayanan Kesehatan Bayi
Pelayanan kesehatan terhadap bayi merupakan pelayanan yang sangat penting dilakukan karena masih  tingginya angka kematian bayi. Tahun 2017 cakupan kunjungan bayi sebesar 100%, terjadi peningkatan dibandingkan tahun 2016 yaitu 96.4% dari target SPM 100%. Cakupan kunjungan bayi merupakan cakupan bayi post neonatal yang memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan standar oleh dokter, bidan, dan perawat yang memiliki kompetensi klinis  kesehatan, paling sedikit  4  kali (1 kali pada umur 29 hari-2 bulan, 1 kali pada umur 3-5 bulan, 1 kali pada umur 6-8 bulan, 1 kali pada umur 9-11 bulan) disatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. 
Jenis pelayanan kesehatan yang didapatkan bayi (0 – 11 bulan) adalah memperoleh pelayanan pemantauan pertumbuhan minimal 8 x setahun, pemantauan perkembangan minimal 4 x setahun, pemberian vitamin A 2 x setahun dan mendapatkan imunisasi lengkap sampai dengan campak. Peningkatan cakupan pelayanan karena adanya validasi data kumulatif bayi yang mendapatkan pemantauan perkembangan.
Grafik 24
Cakupan  Pelayanan Kesehatan Bayi
Di UPT Puskesmas Sukaraja Tahun 2015 – 2017

Sumber : Laporan Program KIA




  1. Pelayanan Kesehatan Balita
Tahun 2017 cakupan pelayanan anak balita sebesar 94,9%, terjadi peningkatan cakupan dibandingkan tahun 2016 yaitu sebesar 83,7% dari target SPM 85%. Cakupan pelayanan anak balita (12 – 59 bulan) adalah anak balita yang memperoleh pelayanan pemantauan pertumbuhan minimal 8x setahun, pemantauan perkembangan minimal 2x setahun dan pemberian vitamin A 2x setahun. Peningkatan cakupan pelayanan karena adanya validasi data jenis pelayanan kesehatan yang diberikan pada usia anak balita.
  1. Pelayanan Kesehatan Anak Sekolah
Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat tahun 2017 sebesar 100% dari sebanyak 2.116 siswa SD/MI, realisasi sekolah SD/MI yang melaksanakan penjaringan 100% dari target 100%, ini merupakan capaian terbaik dalam kurun waktu 3 tahun. Kegiatan penjaringan telah dilaksanakan di semua Sekolah SD setingkat yang bersumber dana dari Bantuan Operasional Kesehatan (BOK). Kegiatan penjaringan merupakan screening kesehatan pribadi siswa, dimana hasilnya menjadi kajian untuk perlakuan terhadap siswa, dari aspek kesehatan maupun perlakuan proses belajar.
  1. Pelayanan Kesehatan Lansia
Pelayanan kesehatan usia lanjut dilakukan di Balai Pengobatan Lansia atau terintegrasi dengan unit pelayanan kesehatan lainnya termasuk  pelayanan di luar gedung yaitu di Posbindu Lansia.








Tabel 25
Data Cakupan Pelayanan pada Usia Lanjut
Di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Sukaraja
Tahun 2014 Sampai Tahun 2017
No
Nama Desa
Sasaran Lansia (2016)
Pelayanan pada Usia Lanjut
2014
2015
2016
2017
1
Sukaraja
632
240
260
265
220
2
Sukakarya
1137
360
326
332
312
3
Sukalaksana
1659
320
342
345
336
Jumlah
4944
1440
1360
1380
1220
Sumber : Laporan Tahunan Program Lansia  Tahun 2017
Berdasarkan tabel di atas dapat lihat cakupan pelayanan pada usia lanjut baru 24,7% dari sasaran yang mendapatkan pelayanan.

  1. Pelayanan Imunisasi
  1. Sasaran Imunisasi
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 42 tahun 2013 tentang penyelenggaraan imunisasi, menyebutkan sebagai dasar dalam penentuan bayi dengan status Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) adalah bayi yang telah mendapatkan imunisasi dasar dalam kurun umur 0–11 bulan yaitu : Hepatitis B 0-7 Hari (1 kali), BCG (1 kali), Polio (4 kali), Pentavalen (3 kali), dan Campak (1 kali).
Dari imunisasi dasar lengkap yang diwajibkan tersebut, campak merupakan imunisasi yang mendapat perhatian lebih, hal ini sesuai komitmen Indonesia pada global untuk mempertahankan cakupan imunisasi campak sebesar 90% secara tinggi dan merata. Hal ini terkait dengan realita bahwa campak adalah salah satu penyebab utama kematian pada balita. Dengan demikian pencegahan campak memiliki peran signifikan dalam penurunan angka kematian balita.
Grafik 26
Sasaran Imunissai di Upt Puskesmas Sukaraja
tahun 2015 -2017




  1. Hepatitis B 0-7 Hari

Tabel 27
Cakupan Imunisasi Hepatitis B 0-7 Hari

No
Tahun
Sasaran
Hasil
Prosen
%
1
2015
395
388
98,2
2
2016
404
360
89,1
3
2017
374
396
105,8

  1. BCG
  2. Tabel 28
  3. Cakupan Imunisasi BCG
No
Tahun
Sasaran
Hasil
Prosen
%
1
2015
395
385
97,5
2
2016
404
369
91,3
3
2017
374
376
100,5
  1. Pentavalen 1
Tabel 29
Cakupan Imunisasi Pentavalen 1

No
Tahun
Sasaran
Hasil
Prosen
%
1
2015
395
361
91,4
2
2016
404
367
90,8
3
2017
374
398
106,4

Pemberian imunisasi booster merupakan upaya untuk meningkatkan lagi kekebalan atau titter antibody ketika anak diprediksi akan mengalami penurunan pada usia di atas 18 bulan untuk vaksin pentavalen dan 24 bulan untuk vaksinasi campak. 




  1. Pentavalen 3
Tabel 30
Cakupan Imunisasi Pentavalen 3

No
Tahun
Sasaran
Hasil
Prosen
%
1
2015
395
382
96,7
2
2016
404
365
90,3
3
2017
374
337
90,1











  1. Polio 1

Tabel 31
Cakupan Imunisasi Polio 1

No
Tahun
Sasaran
Hasil
Prosen
%
1
2015
395
361
91,4
2
2016
404
369
91,3
3
2017
374
371
99,2

  1. Polio 4

Tabel 32
Cakupan Imunisasi Polio 4

No
Tahun
Sasaran
Hasil
Prosen
%
1
2015
395
377
95,4
2
2016
404
364
90,1
3
2017
374
337
90,1



  1. Campak

Tabel 33
Cakupan Imunisasi Campak

No
Tahun
Sasaran
Hasil
Prosen
%
1
2015
395
394
99,7
2
2016
404
374
92,6
3
2017
374
349
93,3
Capaian booster pentavalen dan campak cukup menggembirakan. Hal ini dikarenakan, sudah tersosialisasikan keberadaannya secara merata, pemahaman di tingkat petugas telah maksimal.

  1. Droup Out
Tabel 34
Cakupan  Droup Out

No
Tahun
Sasaran
Hasil
1
2015
395
0,06
2
2016
404
0,01
3
2017
374
0,15


  1. 10.Cakupan Ibu Hamil


Grafik  4.10
Cakupan Imunisasi TT1 dan TT2 Plus
Di UPT Puskesmas Sukaraja Tahun 2015 – 2017


Di tahun 2017 capaian imunisasi TT1 mengalami peningkatan yang tajam dibandingkan tahun sebelumnya yaitu sebesar 7.3%. Dengan demikian dalam 3 (tiga) tahun terakhir, imunisasi TT1 tidak mencapai target sebesar 90%. Ketidakberhasilan puskesmas dalam mencapai target kemungkinan sasaran ibu hamilnya sudah mencapai status T2, T3, T4 atau T5 tidak dimasukkan dalam cakupan sehingga ada beberapa puskesmas TT 1 nya tidak mencapai target.
Kajian secara epidemiologis,  dalam 3 (tiga) tahun terakhir ini capaian <90 %, maka hal ini akan berisiko terhadap tingkat perlindungan dari penyakit TN pada bayi yang rendah.
Hasil cakupan TT2 berbeda dengan TT1 di tahun 2015, TT2 mengalami peningkatan yaitu capaian sebesar 16.45% atau turun sebesar 20.81% dibandingkan tahun 2013. Dengan demikian dalam selama 5 (lima) tahun terakhir ini capaian TT2 belum mencapai target sebesar 80%.


Tabel 35
Cakupan Imunisasi BUMIL

No
Tahun
Sasaran
Hasil
Prosen
%
1
2015
434
396
91,2
2
2016
444
373
84,0
3
2017
392
303
77,3

  1. 11.Cakupan Imunisasi BIAS
Pelaksanaan BIAS Campak pada Anak sekolah SD / MI  kelas 1 tahun 2017 dilaksanakan pada anak sekolah SD/MI kelas 1 karena :
    • Campak merupakan penyakit yang sangat potensial untuk menimbulkan wabah.
    • Penyakit campak dapat dicegah dengan pemberian imunisasi campak.
    • Dengan cakupan yang mencapai > 90 % dan merata diharapkan jumlah kasus campak akan menurun oleh karena terbentuknya kekebalan pada kelompok anak sekolah SD/MI.
    • Untuk mencegah terjadinya wabah campak dan sekaligus memutuskan mata rantai penularan maka perlu dilaksanakan pemberian imunisasi campak pada anak sekolah SD/MI kelas 1  yang secara bertahap.
Pemberian imunisasi campak pada anak sekolah SD /MI kelas 1 Untuk pengendalian penyakit campak dalam jangka panjang dan untuk mendapatkan perlindungan terhadap penyakit campak seumur hidup.

Tabel 36
Cakupan Imunisasi BIAS Campak

No
Tahun
Sasaran
Hasil
Prosen
%
1
2015
399
381
95,4
2
2016
389
368
94,6
3
2017
392
386
98,5

Tabel 37
Cakupan Imunisasi DT

No
Tahun
Sasaran
Hasil
Prosen
%
1
2015
403
365
90,6
2
2016
397
372
93,7
3
2017
392
380
96,9











Tabel 38
Cakupan Imunisasi TD

No
Tahun
Sasaran
Hasil
Prosen
%
1
2015
851
770
90,5
2
2016
789
750
95,1
3
2017
383
368
96,1


  1. 12.Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)


KIPI merupakan semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi.Pada kejadian tertentu, lama pengamatan KIPI dapat mencapai masa 42 hari atau sampai 6 bulan. Berdasarkan jenisnya, KIPI digolongkan ke dalam 2 golongan, yaitu :
  • KIPI Ringan, yaitu KIPI yang terjadi dengan gejala ringan pasca imunisasi sebagai reaksi tubuh terhadap pemberian vaksin biasanya berupa demam ringan sakit di daerah bekas suntikan. Berdasarkan hasil laporan tahun 2015, sebanyak 1 bayi mengalami KIPI ringan, berupa hampir 97.5% terjadi demam, 1.6% bengkak dan selebihnya berupa muntah dan diare. Sebagian besar (98%) kejadian KIPI diakibatkan pemberian imunisasi DPT-Hb-Hib (pentavalen).
  • KIPI Serius, yaitu KIPI yang menyebabkan anak menjadi sakit, cacat dan kematian sebagai akibat pemberian imunisasi. Kasus KIPI dapat menjadi fenomena meresahkan di lingkungan masyarakat. Di tahun 2015 sampai tahun 2017 belum ditemukan kasus KIPI Serius di wilayah kerja UPT Puskesmas Sukaraja.

  1. PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT
        1. Cakupan Tablet FE
Cakupan tablet tambah darah ibu hamil  (Fe3)  tahun 2017 sebesar  88,15% dari target 90%, persediaan tablet tambah darah untuk ibu hamil tercukupi dalam pendistribusian meskipun terlambat disebabkan karena sebagian persediaan Fe dari pengadaan Provinsi Jawa Barat dan monitoring asupan tablet tambah darah sampai diminum oleh ibu hamil belum dapat dilaksanakan.
Sistem pencatatan dan pelaporan bertambah baik antara lintas program, klinik swasta serta peranan kader/tokoh masyarakat dan tenaga kesehatan berpengaruh dalam pendistribusian tablet tambah darah mandiri terhadap peningkatan cakupan tablet tambah darah ibu hamil. Hal tersebut dapat dilihat dalam Grafik dibawah ini:

Grafik  39
Cakupan Bumil yang mendapat FE 1 dan FE 3
Tahun 2017di UPT Puskesmas Sukaraja

Sumber : Dokumen Program Kesehatan Ibu dan Anak / Gizi
  1. Cakupan ASI Eksklusif
Cakupan Asi Eksklusif meningkat 0,5 % yaitu sebesar 62,62% dari target 75 %. Sistem pencatatan pelaporan dari tingkat posyandu sampai kabupaten sudah lebih baik, pemahaman masyarakat terutama ibu menyusui terhadap pentingnya asi eksklusif yang diberikan kepada bayi melalui kegiatan sepuluh (10) Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui (LMKM) di tingkat kecamatan, penyuluhan dan konseling baik perorangan maupun secara kelompok di posyandu maupun bidan praktek swasta.

Grafik  40
Cakupan ASI Eksklusif (Lulus 6 bln)
Tahun 2015 – 2017 Di UPT Puskesmas Sukaraja








Sumber : Laporan Program Gizi

  1. Cakupan Vitamin A
Cakupan vitamin A baik kelompok umur 6 – 11 bulan (Kapsul Biru) sebesar 100,27 % meningkat dan kelompok umur 12 – 59 bulan (Kapsul Merah) meningkat 4,10% menjadi 86,23 %, sedangkan 6-59 bulan sebesar 89,24 % tetapi belum mencapai target. Hal ini disebabkan pencatatan dan pelaporan yang belum maksimal sehingga hasil pendistribusian maupun sweeping kapsul vitamin A biru dan merah  belum semua terlaporkan. Adapun cara perhitungan kapsul vitamin A merah setahun sudah sesuai dengan prosedur, yaitu diambil dari siklus Pebruari/Agustus cakupan vitamin A terendah total kabupaten. Adapun cakupan vitamin A biru untuk data setahun diambil dari penambahan hasil cakupan siklus Pebruari dan Agustus.Kegiatan sweeping vitamin A untuk cakupan vitamin A yang masih rendah dengan melibatkan kader dan tenaga kesehatan melalui kunjungan rumah ke sasaran.
Grafik  41

Cakupan Pemberian Vit ATahun 2015 – 2016
di Puskesmas Sukaraja






Sumber : Laporan Gizi Tahun 2017
  1. Cakupan SKDN
Partisipasi masyarakat terhadap posyandu melalui penimbangan  balita (D/S) rata-rata  dalam setahun pada tahun 2017 yaitu sebesar  80,5 % meningkat apabila dibanding dengan tahun 2016 yaitu sebesar 71,2% dari  target 81%. Masih terdapat kesenjangan antara  capaian dengan target, hal ini dikarenakan sistematika pencatatan dan pelaporan secara berjenjang  belum optimal. Dari jumlah posyandu yang ada sebanyak 28unit, dengan jumlah sasaran (S)  1.478 balita dan yang ditimbang 1.191 orang (D/S : 80,5%), dampak program gizi dapat dilihat dari kenaikan berat badan balita (N/D : 67,3%), adanya peningkatan dari tahun 2016 yaitu sebesar 2,0%. Hal ini dikarenakan sudah tersosialisasikan dan sebagian besar sudah mulai  diterapkan.  Kenaikan berat badan  balita sesuai dengan  Grafik Pertumbuhan / Kenaikan Berat Badan Minimal (KBM) pada Kartu Menuju Sehat (KMS) di posyandu.
Tabel 42
Cakupan SKDN
Tahun 2017 di UPT Puskesmas Sukaraja
No
Nama Desa
Jml Penduduk
Sasaran
K
D
N
Bumil

Balita

Hasil
%
Hasil
%
Hasil
%
1
Sukaraja
6.725
57
212
171
80,6
171
80,6
104
49,0
2
Sukakarya
7.825
52
395
281
71.1
281
71.1
224
56,7
3
Sukalaksana
4.998
77
413
335
81.1
335
81.1
287
69,4

PUSKESMAS

19.548








Sumber : Laporan Program Gizi
  1. Gizi Buruk Mendapat Perawatan
Kasus gizi buruk yang dirawat sudah sebesar 100 % adanya penurunan dalam jumlah kasus yang terjadi akibat gizi buruk sudah ditangani dan mendapatkan perawatan. Pada tahun 2016 tidak ditemukan kasus gizi buruk sedangkan tahun 2017 sebanyak 1 anak, terjadi kenaikan dalam jumlah kasus yaitu sebanyak 2 kasus. Hal ini yang dilakukan yaitu intervensi, baik melalui rawat jalan maupun rawat inap serta pemberian makanan tambahan pemulihan selama 90 hari makan. 
Hal ini disebabkan karena selain telah dilakukan intervesi penanggulangan gizi buruk melalui pemberian makanan tambahan, penyuluhan diposyandu  bersumber dana  Bantuan Operasinal  Kesehatan (BOK) puskesmas juga meningkatkan penerapan keluarga sadar gizi (Kadarzi) di tingkat rumah tangga yang meliputi penyuluhan/ konseling pemberian ASI Eksklusif, pemantauan garam beriodium di tingkat rumah tangga dan meningkatnya pengetahuan, keterampilan petugas kesehatan  dalam penanganan gizi buruk. Salah satunya yaitu melalui konsultasi dokter anak dengan kegiatan Audit Child Malnutrisi (ACM) dan peningkatan sistem pelacakan dan pelaporan kasus gizi buruk di tingkat puskesmas maupun kabupaten.

Tabel 43
Tabel Pelayanan Gizi Buruk Mendapat Pelayanan
Tahun 2017 di UPT Puskesmas Sukaraja
Nama Desa
Gizi Buruk
Ditangani
Gizi Kurang
Ditangani
Sukaraja
1
1
12
12
Sukakarya
0
0
0
0
Sukalaksana
0
0
0
0
Jumlah
1
1
12
12
Sumber : Laporan Program Gizi

  1. Pembinaan Kesehatan Lingkungan

  1. Rumah Sehat
Tabel 44
Penyehatan Perumahan di wilayah Kerja 
UPT Puskesmas SukarajaTahun 2017
NO
Puskesmas Sukaraja
Jumlah Rumah
Rumah Sehat
Rumah tidak sehat
%
 Rumah Sehat
1
Sukaraja
4382
1434
2948
32,7
Sumber : Program Kesling

Berdasarkan table diatas, target kepemilikan Rumah Sehat dan Tidak Sehat masih belum tercapai. Dari jumlah KK 4382, hasil pencapaian Rumah  Sehat baru 1434 rumah (32.73%), Kondisi tersebut masih dibawah target yang ditetapkan oleh kabupaten yaitu sebesar 75%. Belum tercapainya target rumah sehat di Wilayah kerja Puskesmas Sukaraja disebabkan karena masih rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat terhadap pentingnya rumah sehat serta keterbatasan anggaran yang tersedia dari pemerintah daerah khususnya bagi petugas sanitasi yang ada di UPT Puskesmas Sukaraja untuk melakukan kegiatan pemeriksaan rumah di wilayah kerjanya. Diperlukan upaya peningkatan kegiatan penyuluhan di masyarakat tentang rumah sehat, inspeksi sanitasi rumah yang dilakukan oleh petugas sanitasi puskesmas serta kerjasama lintas sektor agar mendapat dukungan dari berbagai pihak dalam upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat melalui kesehatan lingkungan salah satunya yaitu peningkatan rumah sehat.

  1. Sarana Air Bersih
Menurut peraturan menteri kesehatan RI No. 416/ Menkes/per/IX/1990 menyebutkan air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari–hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan yang dapat diminum setelah dimasak.
Tabel 45
KEADAAN SARANA AIR BERSIH DI PUSKESMAS SUKARAJA TAHUN 2017

No

Nama Desa
Keluarga
Hasil Pembinaan Keluarga
Jumlah KK
Dibina KK
% Dibina
Sehat
Belum Sehat
% Sehat
1
Sukaraja
1536
426
24,43
439
207
51,33
2
Sukakarya
1676
445
24,09
421
225
49,34
3
Sukalaksana
1170
274
23,22
554
128
53,24

JUMLAH
4382
1145
24,00
1414
558
51,27
Sumber laporan program kesehatan lingkungan
Air adalah salah satu di antara pembawa penyakit yang berasal dari tinja untuk sampai kepada manusia. Supaya air yang masuk ketubuh manusia baik berupa makanan dan minuman tidak menyebabkan  penyakit, maka pengolahan air baik berasal dari sumber, jaringan transmisi atau distribusi adalah mutlak diperlukan untuk mencegah terjadinya kontak antara kotoran sebagai sumber penyakit dengan air yang diperlukan .
Dari tabel diatas diketahui masih terdapat sekitar 3626 keluarga  yang harus dibina ditambah 558 keluarga mendapat binaan ulang, agar keluarga tersebut tahu mau dan mampu untuk menggunakan Sarana Air Bersih.

  1. Air Minum
Air bersih adalah salah satu jenis sumberdaya berbasis air yang bermutu baik dan biasa dimanfaatkan oleh manusia untuk dikonsumsi atau dalam melakukan aktivitas mereka sehari-hari termasuk diantaranya adalah sanitasi
Untuk konsumsi air minum menurut departemen kesehatan, syarat-syarat air minum adalah tidak berasa, tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak mengandung logam berat. Walaupun air dari sumber alam dapat diminum oleh manusia, terdapat risiko bahwa air ini telah tercemar oleh bakteri (misalnya Escherichia coli) atau zat-zat berbahaya. Walaupun bakteri dapat dibunuh dengan memasak air hingga 100 °C, banyak zat berbahaya, terutama logam, tidak dapat dihilangkan dengan cara ini.
Hasil yang dicapai dalam pelaksanaan pembinaan Sarana Air Bersih di Puskesmas Sukaraja tahun 2017 dari  4382 keluarga, baru 1434 keluarga yang dibina (32,7 %). Adapun dari 1434 keluarga tersebut, jumlah keluarga yang akses terhadap Air Bersih baru mencapai 51,27 % (587 keluarga), sementara 48,73 % lainnya masih memanfaatkan air sungai  untuk keperluan sehari hari, hal ini akan sangat berpengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat.

  1. Jamban Sehat
Jamban merupakan fasilitas atau sarana pembuangan tinja.  Jamban Keluarga adalah  suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan mengumpulkan kotoran sehingga kotoran tersebut tersimpan dalam suatu tempat tertentu dan tidak menjadi penyebab suatu penyakit serta tidak mengotori permukaan. Sedangkan pengertian lain menyebutkan bahwa pengertian jamban adalah pengumpulan kotoran manusia disuatu tempat sehingga tidak menyebabkan bibit penyakit yang ada pada kotoran manusia dan mengganggu estetika.
Tabel 46
KEADAAN JAMBAN KELUARGA DI PUSKESMAS SUKARAJA TAHUN 2017

No

Nama Desa
Keluarga
Hasil Pembinaan Keluarga
Jumlah
Dibina
% Dibina
Sehat
Belum Sehat
% Sehat
1
Sukaraja
1744
426
24,43
215
211
50,36
2
Sukakarya
1847
445
24,09
214
231
48,01
3
Sukalaksana
1180
274
23,22
147
127
53,80

JUMLAH
4771
1145
24,00
602
543
52,58
Sumber laporan program kesehatan lingkungan
Dampak buruk jamban terhadap penularan penyakit, menyangkut transmisi penyakit dari tinja. Berbagai penyakit menular seperti hepatitis A, polio, kholera, dan lainnya merupakan penyakit yang terkait dengan akses penyediaan jamban. Sebagai salah satu indikator utama terjadinya pencemaran karena tinja ini adalah bakteri E.Coli. Sebagaimana rekan-rekan Sanitarian ketahui escherichia coli hidup dalam saluran pencernaan manusia.
Berdasarkan hasil pembinaan terhadap 1434 keluarga, pada tahun 2017, jumlah keluarga yang akses terhadap Jamban Keluarga sebesar 50,66 %.
Dari tabel diatas diketahui masih terdapat sekitar 3626 keluarga  yang harus dibina ditambah 543 keluarga mendapat binaan ulang, agar keluarga tersebut tahu mau dan mampu untuk menggunakan Jamban Keluarga yang sehat.

  1. STBM
Dari sebanyak tiga (3) desa yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas Sukaraja, sudah ada 2 desa yang sudah melaksanakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). Kondisi tersebut diatas dapat digambarkan pada Tabel dibawah ini :
Tabel 47
Desa Yang Melaksanakan STBM 
di Wilker Puskesmas  Sukaraja Tahun 2017
Nama Desa
JSP
JSSP
Sharing
Sukaraja



Sukakarya
380
390
411
Sukalaksana
-
-
-
Mekarwangi
237
426
145
Jumlah
617
816
556
Sumber : Program Kesling

Ket : JSP (Jamban Sehat Permanen), JSSP (Jamban Sehat Semi Permanen), Sharing (Numpang Pakai).
Strategi yang telah dilaksanakan dalam percepatan akses sanitasi adalah :
  1. Demand (peningkatan kebutuhan sanitasi) yaitu melalui kegiatan :
  1. Mengidentifikasi desa yang akan dijadikan daerah pemicuan;
  2. Kerja sama dengan lintas sektor;
  3. Pemicuan perubahan perilaku;
  4. FGD dengan lintas sektor;
  5. Mengembangkan komitmen masyarakat;
  6. Pelaksanaan Deklarasi  Desa ODF (Open Defication Free).
  1. Peningkatan lingkungan yang Kondusif (enabling environment)
  1. Advokasi dan kebijakan dari pimpinan daerah.
  2. Terbentuk lembaga koordinasi.
  3. Pelatihan terkait dengan Sanitasi Berbasis Masyarakat (STBM).
  1. Ketersediaan lahan untuk meningkatkan sarana sanitasi;
  2. Adanya sumber Pendanaan untuk sanitasi masyarakat.

  1. Pengendalian Kualitas Air
Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) adalah saluran yang digunakan untuk membuang dan mengumpulkan air buangan dari kamar mandi, tempat cuci, dapur dan bukan dari peturasan/jamban, sehingga air tersebut dapat meresap kedalam tanah dan tidak menjadi penyebab penyebarab penyakit serta tidak mengotori lingkungan pemukiman. 
Gambaran SPAL di wilayah kerja Puskesmas Sukaraja adalah sebagai berikut :



Tabel 48
KEADAAN SALURAN PEMBUANGAN AIR LIMBAH (SPAL)
 DI PUSKESMAS SUKARAJA TAHUN 2017

No

Nama Desa
Keluarga
Hasil Pembinaan Keluarga
Jumlah
Dibina
% Dibina
Sehat
Belum Sehat
% Sehat
1
Sukaraja
1744
426
24,43
217
209
50,85
2
Sukakarya
1847
445
24,09
217
228
48,81
3
Sukalaksana
1180
274
23,22
161
113
58,59

JUMLAH
4771
1145
24,00
580
565
56,66

Dari tabel diatas diketahui masih terdapat sekitar 1145 keluarga  yang harus dibina ditambah 580 keluarga mendapat binaan ulang, agar keluarga tersebut tahu mau dan mampu untuk menjadikan rumah mereka menjadi keluarga yang sehat.
  1. Pengelolaan Sampah
Puskesmas Sukaraja adalah satu satunya puskesmas dimana diwilayah kerja puskesmas ini terdapat area spesifik yaitu Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang menampung sampah dari daerah perkotaan dan sekitarnya di Kabupaten Garut. TPA dikelola oleh Dinas Lingkungan Hidup, namun dampak dari TPA tehadap masyarakat merupakan beban dan tanggung jawab puskesmas.  
Berdasarkan laporan warga di sekitar TPA, pengelolaan sampah di TPA (Pasir Bajing) masih dikelola secara primitif, yaitu melalui proses pembakaran.Dampak dari pembakaran sampah yang dirasakan oleh warga masyarakat sekitar cukup besar, antara lain gatal dan sesek terutama saat pembakaran sampah.  Pada musim hujan banyak lalat disekitar TPA  yang beterbangan ke rumah-rumah penduduk, hal ini akan menimbulkan penyebaran penyakit.
Jumlah penduduk disekitar TPA pasir bajing yang berisiko terkena dampak akibat pengelolaan sampah yang kurang baik  ada sekitar 476 KK atau 1521 jiwa.
Selain pengelolaan Sampah di TPA, yang menjadi pengawasan program puskesmas adalah pengawasan sampah rumah tangga.  Dari 4771 keluarga yang ada di wilayah kerja Puskesmas Sukaraja, terdapat 3 cara pembuangan sampah, antara lain ditimbun, dibakar dan dibuang ke sungai.
Masyarakat yang tingal di dareah perdesaan mengatasi sampah yaitu dengan cara membakar, membuang dan menimbun sampah plastik tanpa  di sadari dampak dari cara tersebut akan merugikan dirinnya sendiri dan seluruh makhluk hidup yang berada di sekitarnya. Semakin banyak plastik di bakar semakin  parah juga polusi udara di sekitar penduduk, semakin banyak sampah yang di buang di sungai semakin banyak potensi terjadinya pencemaran lingkungan yang terjadi dan juga sering terjadi banjir. Semakin banyak sampah ditimbun maka semakin banyak pula bumi ini menyimpan kotoran yang tidak akan bisa hancur selama 100 tahun. 
Masyarakat sulit meninggalkan tradisi tersebut karna itu sudah terjadi turun temurun dan sudah mengakar.  Membakar, menimbun dan membuang di sungai adalah salah satu cara yang mudah untuk mangatasi masalah  sampah. Akan tetapi itu  bukan murni kesalahan  dari mereka saja penduduk/warga desa tidak mempunyai pilihan lain selain mengunakan cara tersebut. Pemerintah Kabupaten Garut belum mempunyai kebijakan tentang sampah plastik dan kesadaran masyarakat  untuk mengatasi sampah plastik  perlu dibangun secara terus menerus dan berkesinambungan.  
Diangkut  ke tempat pembuangan sementara :
Sebagian besar masyarakat yang tinggal di pinggir jalan, yang dilalui oleh pengangkut sampah, secara rutin mengumpulkan sampah dan dibuang ke TPS terdekat.
Penanganan sampah di lingkungan Puskesmas Sukaraja khususnya sampah limbah medis (B3) infeksius yang dihasilkan dari tiap unit seperti jarum suntik, via, dan botol infuse, sampah tersebut dititipkan ke UPT Puskesmas DTP Tarogong yang telah ber MOU dengan PT Medifase dengan biaya Rp. 15.000/Kg . Namun pada bulan oktober 2017 limbah medis B3 yang dihasilkan dari puskesmas Sukaraja diangkut oleh pihak ke 3 yaitu PT.Trans Multi Cargo dengan pembayaran Rp.15.000/Kg.
Adapun UPT puskesmas Sukaraja menghasilkan sampah sebanyak 80 Kg dalam setahun dikarenakan ada kegiatan program pemerintah yaitu imunisasi MR, biasanya hanya mencapai 25 kg sampak medis B3 dalam satu tahun.

  1. Penyehatan TTU dan TPM
Pengawasan dan Penyehatan Tempat Pengelolaan Makanan Dan Tempat –tempat Umum Pengawasaan dan Penyehatan terhadap Tempat pengelolaan Makanan (TPM) dan Tempat-Tempat Umum (TTU), dilaksanakan setiap bulan, walaupun masih belum ke semua tempat. 
Tahun 2017 kegiatan Pengawasan dan Penyehatan TTU dan TPM di Puskesmas Sukaraja antara lain seperti yang tercantum dalam tabel dibwah ini.
Tabel 49
Pengawasan dan Penyehatan TTU dan TPM Puskesmas Sukaraja Tahun 2017

Jenis TTU & TPM
Pembinaan
Jumlah
Dibina
% Dibina
Sekolah SD/MI
15
6
40
Sekolah SMP
1
1
100
Sekolah SMA
3
1
33,33
Pesantren
3
1
33,33
Mesjid
32
0
0
Madrasah
1
1
100
BPS 
5
2
40
Pabrik tempe Industri RT
2
2
100
Pangan Industri Rumah Tangga
3
2
66,67

Seiring dengan berkembangnya pembangunan secara pesat, menimbulkan dampak negatif bagi Tempat-Tempat Umum (TTU) seperti Sekolah, Sarana Pelayanan Kesehatan, Pondok Pesantren, Sarana Ibadah dan Kolam Renang yang merupakan media rentan untuk penularan penyakit.
Kontak langsung diantara pengunjung dapat menyebabkan kuman penyakit tumbuh dan berkembangbiak secara cepat. Transmisi kuman penyakit dengan mobilitas tinggi merupakan media penyebarluasan penyakit yang beresiko. Selain itu perbedaan budaya pengunjung dapat memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan sehingga perlu adanya pengawasan terhadap kualitas lingkungan Tempat–tempat Umum (TTU), hal ini bermanfaat untuk mengurangi resiko penularan penyakit.
Kegiatan penyehatan Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) ditujukan guna terciptanya penyelenggaraan Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) seperti Restoran, Rumah Makan, Jasa Boga, Depot Air Minum, Makanan Jajanan, Pangan Industri Rumah Tangga dan Mie Ayam serta Mie Baso yang memperhatikan segi–segi kesehatan makanan, sehingga tidak menimbulkan risiko keracunan makanan atau terkena penyakit akibat makanan.

  1. Pembinaan Perilaku Masyarakat
  1. Rumah Tangga Berperilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ( PHBS) merupakan program dalam upaya peningkatan perilaku masyarakat kearah  yang lebih sehat sesuai dengan strategi yang dicanangkan kementrian kesehatan  guna pencapain MDG’S. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan sekumpulan perilaku yang diharapkan dapat diterapkan individu dalam rumah tangga secara sadar yang meliputi 10 (sepuluh) indikator antara lain persalinan oleh tenaga kesehatan, bayi diberikan asi ekslusif, balita ditimbang secara rutin,  menggunakan air bersih , mencuci tangan memakai sabun, menggunakan jamban sehat, memberantas jentik nyamuk seminggu sekali, makan buah dan sayur, melakukan aktifitas fisik setiap hari dan tidak merokok didalam ruangan. 
Capaian rumah tangga ber-PHBS Kabupaten Garut Tahun 2017 sebanyak  3.708 rumah tangga atau sebesar 64,3%  dari sebanyak 5.769 rumah tangga yang dipantau. Hal ini mengalami penurunan sebanyak 4% apabila dibandingkan dengan tahun 2016. Hal ini disebabkan karena belum dilaksanakannya pemantauan secara berkala, serta tehnik pendataan yang belum tepat. Dari  10 (sepuluh) indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) tatanan rumah tangga sebagian besar masyarakat belum mampu melaksanakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dalam indikator merokok didalam rumah. Ini merupakan indikator dengan nilai terendah sehingga capaian Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) rumah tangga di Kabupaten Garut menjadi rendah. Pemantauan dilakukan oleh petugas puskesmas bekerjasama dengan kader kesehatan.
Grafik 50
Presentase Rumah Tangga Ber PHBS
Di Puskesmas Sukaraja Tahun 2017

Sumber : Program Promkes

  1. Desa Siaga Aktif
Desa dan kelurahan siaga aktif adalah desa dan kelurahan yang penduduknya dapat mengakses dengan  mudah sarana pelayanan kesehatan dasar, dapat mengembangkan Upaya Kesehatan Bersumber daya Masyarakat  (UKBM) dan menerapkan  Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ( PHBS). Hal ini berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 1529/MENKES/SK/X/2010 Tentang Pedoman Umum Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.
Tabel 51
Desa Siaga di Wilayah Kerja 
UPT Puskesmas Sukaraja Tahun 2017
No
Desa
Desa Siaga
1
Sukaraja
1
2
Sukakarya
1
3
Sukalaksana
1
JUMLAH
3
Sumber : Program Promkes
Berdasarkan tabel diatas , dari 3 desa siaga yang ada diwilayah kerja Puskesmas Sukaraja semua siaga  namun belum berjalan optimal. 
Desa Siaga Akltif adalah desa atau kelurahan yang memiliki :
  • Pelayanan kesehatan dasar
  • Pemberdayaan masyarakat melakukan pengembangan UKBM dan mendorong upaya surveilans berbasis masyarakat, kedaruratan kesehatan dan penanggulangan bencana serta penyehatan lingkungan.
  • PHBS
Adapun hasil analisa program untuk tahapan desa dan kelurahan siaga aktif sebagian besar masih pada tahap perkembangan Pratama dikarenakan masih banyak indikator yang belum terlaksana dengan optimal  diantaranya adalah :
a. Belum rutinya pertemuan yang dilaksanakan forum desa dan   kelurahan siaga aktif.
b. Sebagian besar desa belum mengalokasikan  Anggaran Dana Desa (ADD) untuk  kegiatan khusus pengembangan desa dan kelurahan siaga aktif.
c. Sebagian besar desa belum dapat mengeluarkan kebijakan – kebijakan yang mendukung peningkatan upaya kesehatan.

  1. Posyandu dan Poskesdes
Posyandu merupakan bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang  sudah secara rutin dilaksanakan di masyarakat sehingga kontribusinya sangat besar dalam  pemberian pelayanan kesehatan terhadap masyarakat melalui 5 (lima) program pokok kegiatan dan upaya berbagai pengengembangannya.

Tabel 52
Posyandu Menurut Strata Kecamatan dan Puskesmas
No
Desa
Pratama
Madya
Purnama
Mandiri
1
Sukaraja
3
8
3
0
2
Sukakarya
2
4
1
1
3
Sukalaksana
3
4
1
0
JUMLAH
8
16
5
1
Sumber : Program Promkes

Berdasarkan tabel diatas , target 65% Strata Posyandu, dari 27 Posyandu yang strata  purnama dan mandiri baru  6  posyandu (20 %) target belum tercapai baru tercapai.Pemberdayaan masyarakat dalam program UKBM tentang Desa Siaga sudah intensif dilaksanakan untuk 3 desa di Wilayah Kerja Puskesmas Sukaraja Kecamatan Banyuresmi dan kegiatan Posyandu dengan kader aktif sebanyak 128 orang kader yang terdistribusi pada 30 Posyandu. Dengan strata posyandu Pratama 8 Posyandu,  Madya 16 posyandu, Purnama 5 posyandu, Mandri  1  posyandu keberadaan Posbindu ada 7 unit.
Berdasarkan tabel di bawah dapat dilihat bahwa rasio jumlah posyandu dengan jumlah sasaran bayi balita sudah terpenuhi.

Tabel 53
Data Jumlah Posyandu
Di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Sukaraja
No
Desa
Jumlah Sasaran Balita
Jml RT
Jml RW
Jumlah Posyandu
1
Sukaraja
668
36
15
14
2
Sukakarya
770
33
9
8
3
Sukalaksana
501
29
8
8
Jumlah
1939
98
32
30
Sumber : Data dari Program Promkes tahun 2017

Komentar